Aku menulis ini ketika aku sadar tak akan ada yang bisa di kembalikan
seperti dulu lagi. Aku menulis ini ketika aku berpikir bahwa di sana
kamu pasti telah menemukan seseorang yang baru. Seseorang yang bisa
mencintaimu, memahamimu, dan mengerti keinginanmu lebih baik daripada
aku. Rendahnya kepekaanku dan tingginya keegoisanku membuat kamu pergi
dan menjauh. Seandainya, bisa kuputar kembali waktu, aku tidak akan
membiarkanmu pergi dan akan menahanmu sampai Tuhan bosan melihat
usahaku.
Aku yang sangat mencintaimu, mulai membiasakan diri akan keputusan yang selalu kau buat, . Setiap kausapa aku,
setiap perkataan hangatmu, dan setiap perhatian kecilmu; aku percaya itu cinta. Beberapa minggu yang lalu, aku begitu
percaya diri dan begitu mempercayai bahwa kamu hanya memiliki aku; aku
satu-satunya di hatimu. Namun, ternyata, aku pun bisa salah. Kau
mendadak pergi menjauh, entah, aku tak tau ke mana. mungkinkah kau
singgah ke hati wanita lain?
Dulu, aku tak ingin mendengar semua perkataan teman-temanku. Aku mencoba
menutup telinga pada setiap bisikan yang menjelek-jelekkan dirimu. Dulu, aku pernah mendengar
perkataan temanmu, kau sangat mencintaiku. Apakah perkataan itu benar?
Apakah bisa ku percayai? jujur saja, aku pernah mempercayainya. Karna aku juga sangat mencintaimu. Tapi, pada akhirnya aku tersadar, kau tiba-tiba saja
pergi. Tiba-tiba menjauh. Dan aku sadar, kau sama saja seperti pria
lain, kau lebih memilih pergi di saat ku sangat mencintaimu. Betapa
bodohnya aku. Kebodohanku semakin lengkap ketika aku sudah sangat
mempercayai kata temanmu. Seharusnya aku mendengar kata temanku. Kau
pengkhianat. Aktor paling cerdas berakting.
Aku tak menyangka jika orang yang begitu halus membisikkan cinta, begitu
manis mengucapkan rindu, dan begitu mudah berkata sayang adalah orang
yang harusnya tidak kupercayai gerak-geriknya. Kamu tak tahu, betapa aku
begitu tergoda akan kehadiranmu. Kamu tak sadar betapa aku membutuhkan dirimu. Kamu tak paham betapa cinta mulai mengetuk pintu
hatiku dan aku mulai mengizinkan kamu berdiam di sana.
Sungguh bodoh. Mengapa begitu mudah menjatuhkan air mata untuk kamu yang
tak pernah menangisiku? Mengapa rindu begitu sialan karena menjadikanmu
sosok yang paling sering kusebut doa? Mengapa cinta begitu tak masuk
akal ketika perkenalan singkat kita ternyata berujung pada hal yang tak
kuduga? Kautak tahu betapa sulitnya melupakan perasaan yang sudah
melekat, betapa tidak mudahnya menghilangkan kamu dari otak. Cinta ini
datang begitu mudah dan entah mengapa membenci begitu susah.
Kalau kau ingin tahu seberapa dalam perasaanku, cinta ini seperti
airlaut yang enggan surut. Aku telah tenggelam, sementara kamu yang
berada di pesisir pantai hanya bisa melambaikan tangan dan menertawakan
kesesakan ku. Apa yang bisa kau anggap lucu dari perasaan ini? Haruskah aku terus memperjuangkan mu? Kalau yang kau berikan hanyalah, harapan palsu, omong kosong, penghianatan, pengabaian; yang manakah yang harus kusebut kebahagiaan? Yang manakah yang bisa menghasilkan kebahagiaan? Bisakah kau sebutkan?
Harus ku buang kemana rindu yang sering berujung air mata ini? Haruskah
aku bilang padamu, dengan mata yang sembab, dengan rambut yang
berantakan, dengan wajah yang begitu lelah; hanya untuk memintamu
kembali?
Seandainya semua bisa kembali seperti dulu lagi. Seandainya sapaan
hangatmu masih bisa ku rasakan. Mungkin aku tak akan sesedih ini,
seberantakan ini.
Baiklah. Kalau kau ingin pergi; maka pergilah. Tapi, berjanjilah padaku,
kau tak akan kembali lagi. Asal kau tahu saja, ketika kamu sudah pergi,
ketika aku tahu kamu tak lagi membutuhkanku, aku juga tak akan
membutuhkanmu. Sekalipun kamu kembali padaku suatu saat nanti, mungkin
pada saat itu pula aku sudah tak bisa menerimamu. Berjanjilah padaku,
setelah ini, kau akan benar-benar pergi. Tolong sekali lagi katakan padaku kau takkan kembali lagi. Mengingatmu saja, sudah membuat
dadaku sesak. Maka dari itu, mulai saat ini aku akan benar-benar
mengizinkanmu pergi, karena aku juga tak membutuhkan orang sepertimu di
masa depanku.
Tapi, mungkin suatu saat nanti kita akan bertemu kembali dengan jalan
kebahagiaan masing-masing. Kau merangkul kekasih barumu dan
memperkenalkannya padaku. Dan aku menggenggam erat jemari kekasihku yang
berhasil menghapus mendung di hari-hariku.
Lalu, kita menertawakan masa lalu, betapa aku dan kamu pernah begitu
lucu. Kemudian, lukaku bisa kau jadikan materi stand up comedy mu;
tertawakan aku sepuasmu. Setelah itu, kumasukkan kau dalam sebuah
tulisan; kusiksa kau sampai jera, kubiarkan kau jadi tokoh yang tertawa
lebih dulu tapi menangis sekencang-kencangnya di akhir cerita.
Terima kasih untuk tawa yang kau titipkan pada setiap candaanmu di ujung
malam. Sekarang, aku sadar, betapa sosok yang pernah membuatku tertawa
paling kencang juga adalah pria yang bisa membuaku menangis paling
kencang.
you knowlah ya ini ga sepenuhnya buatan gue, ada quotes dari dwitasari yg gue masukin. HEHE
makasi yg dah baca wkwkwk
Tidak ada komentar:
Posting Komentar