Senin, 30 September 2013

FF? Maybe.

                           SADNESS


Player:
  • @Stiffazamora
  • @angolak_mokha
  • @ladashabrona
Genre: sad (judulnya aja udh 'sad'ness)

Length: oneshot

rada nyontek sih tp selebihnya gua karang pake otak, jadi kalo rada gajelas gitu maafin yea, pan yg nulis juga rada gajelas;)) ngetiknya pas mau tidur tapi tibatiba pen ngetik.langsung buka laptopdeh.kok malah curcol-__-

***

Entah sudah berapa lama ia berada di sini. tempat yang membuatnya sangat nyaman. walaupun hanya sendiri. di hadapannya terdapat coklat panas tapi tidak sepanas seperti namanya. tiba-tiba masuklah sepasang kekasih ke dalam cafe tersebut. ia tak berhentinya memandang sepasang kekasih tersebut. saat dulu, dia sering pergi bersama--bersama pacarnya--di sini. tapi, itu dulu. sebelum pacarnya meninggalkannya. 

Terlihat lagi seorang pria masuk ke dalam cafe. pria itu tak berhentinya memandang sepasang kekasih yang tadi masuk. sama seperti apa yang stiffa lakukan. pria itu membawa segelas kopi panas. mata pria itu tak lepas dari pandangan sepasang kekasih di sana. Tapi, yang dia lihat hanyalah cewek nya. Stiffa sudah bosan dengan pemandangan di cafe tersebut. dia hendak berjalan keluar tetapi dia merasakan ada yang basah.
pria yang tadi di lihatnya baru saja menumpahkan kopi di kaos nya.

"Kau itu berjalan pake apa? huh? bodoh!" stiffa melihat kaos nya yang tadi nya warna biru terang sekarang tak lagi menjadi terang.

"Minggir sana," kata pria itu. apa-apaan? dia baru saja menabrak stiffa, lalu setelah itu dia malah--? uh, pria bodoh!

"Apakah kau benar-benar tidak memiliki mata? kau baru saja menabrak seseorang, dan kau tidak lihat kau telah mengotori baju ku?"

"Kau bisa minggir tidak!?" bentaknya.

"Hey!"

"Kenapa? hah? kau.. jangan berbuat sensasi di sini. apakah kau--"

"Ya! aku pemilik cafe ini!"

Pria di hadapan stiffa ini bisa di lihat dia sangat kaget. apa yang akan dia lakukan? apakah dia akan meminta maaf padaku? apakah dia akan berbuat manis di hadapanku? atau.. apakah dia akan berlutut di hadapanku? pikiran stiffa mulai tidak jelas.

Semuanya salah. pria itu hanya menatap stiffa lalu berlalu. err, cowok macam apa itu?

***

Stiffa berjalan menuju taman. ini masih sore, dia hanya mau menunggu malam lalu melihat bintang. sore itu dia menatap lurus di hadapannya, hanya ada tanaman yang indah. angin tak berhentinya bermain dengan rambut stiffa dengan nakal.

Sudah mulai gelap. stiffa berjalan ke tempat biasa dia ingin menenangkan dirinya. dia baring di antara banyaknya bunga. lalu memejamkan matanya. dia tidak tau sudah berapa lama dia memejamkan mata, yang jelas saat dia membuka matanya kembali, seorang cowok menyebalkan yang kemarin ia ketemu di cafe ikut memejamkan mata di samping nya.

"Siapa yang memberitahumu tempat seperti ini?" tanya nya. ternyata namanya mokha. entah itu baju apa, aku melihat bajunya dan terdapat papan nama di sana.

"Apa peduli mu?" tanya stiffa lalu kembali memejamkan matanya.

"Apa yang kau cari?"

"Bintang."

"Kalau langit seperti ini, tidak akan ada bintang." ucap nya sedikit tertawa.

"Maafkan aku yang kemarin."

"Ku kira kau tidak kenal kata maaf." kata stiffa sudah tidak sedingin seperti tadi.

"Aku hanya terbawa emosi."

Stiffa lalu menoleh ke arah cowok itu. cowok itu hanya memandang langit biru yang gelap. kalo boleh jujur, cowok ini tampan juga. eh, pikiran macam apa itu!? dia kan kemarin sudah mengotori baju kesayangan ku! gumam stiffa.

"Aku yakin, kau pasti lihat seorang sepasang kekasih--yang--tidak berhentinya ku pandang."

"Hm,"

"Cewek itu adalah pacar ku."

"Omong kosong apa itu? dia kan memiliki pacar."

"Dia berselingkuh." kata mokha.

"Hm,"

"Aku sering mengawasi nya. bahkan, aku sering mengikuti nya kemana saja ia pergi bersama pacar nya."

"Hm,"

Mokha langsung membelalakkan mata nya. "Kau bisa membantuku?"

"Apa?"

"Bisakah kau menemaniku mengawasi nya? jika aku ketahuan, aku bisa berpura-pura berpacaran dengan mu. kumohon."

"Berani sekali kau meminta permintaan padaku,"

"Ya, aku minta maaf. tapi kumohon." ujarnya memelas.

Stiffa tak tahan melihat muka mokha. dan akhirnya, "Baiklah."

***

Hari ini, stiffa mengikuti mokha menuju sebuah restoran. dan tentu saja karna di sana ada lada--mantan pacar mokha. dapat di lihat dengan jelas, hati mokha sepertinya mulai panas melihat lada bermesraan dengan pacarnya.

Hari terus berjalan, stiffa terus mengikuti mokha. lama-kelamaan, stiffa merasa getaran yang hebat. dia mulai menyukai cowok ini. apalagi ketika cowok ini tersenyum. haish, pikiran macam apa lagi itu? jelas-jelas dia bukan apa-apa mokha. jelas-jelas mokha masih sangat mencintai mantan nya. dasar bodoh.

***

Stiffa berdiri di depan--tempat dimana orang-orang akan berakhir di sini. pemakaman.
"hai, aku datang. kamu apa kabar?" kata stiffa berlutut di hadapan makan mantan pacarnya.

"Aku salah menyukai orang ya? seharusnya aku tidak boleh mencari pengganti mu. karna hanya kamu lah di hatiku. kau boleh menghukum ku." kata stiffa sambil tersenyum. air yang dari tadi sudah sangat ingin keluar, sekarang keluar dari sarang nya membasahi pipi lembut stiffa.

"Aku merindukanmu." kata stiffa lalu pergi.

Hari ini, kata mokha, rencananya ia ingin pergi ke pub. karna mokha dengar, lada dan pacarnya akan pergi ke pub. sejujurnya, stiffa bukan anak begini, tetapi apa daya, dia sudah punya niat ingin membantu mokha.

Setelah beberapa lama, stiffa cukup bosan juga. mulai dari datang ke sini, tidak ada percakapan yang terjadi antara mereka berdua. stiffa mengaduk-aduk minuman di hadapannya lalu meminumnya lalu mengaduknya lagi dan meminunmnya lagi dan begitu seterusnya. mokha yang melihat tingkah stiffa jadi tidak enak.

"Kalau kau ingin pulang, pulang lah. kau butuh istirahat." kata mokha tanpa memandang stiffa.

"Huh?" stiffa menoleh, "tidak, aku tidak lelah."

"Kau tidak di cari pacarmu?"

"Aku sudah mengatakan padanya,"

"Pasti aku ditertawai habis-habisan."

"Pacarku bukan orang seperti itu,"

"Kau mencintai pacarmu?"

"Tentu saja. pertanyaan macam apa itu,"

"Pulanglah, jangan menyia-nyiakan orang yang mencintaimu, jangan pernah merasakan hal yang sama seperti ku,"

Stiffa tersenyum miris.

"Aku akan menunggu lada sampai ia pulang, dan lada pulang sampai esok." kata mokha

"Oh?" stiffa sedikit ragu, "Kalau begitu aku juga akan menunggumu sampai esok,"

Mokha mendengus cukup panjang. ia kesal dengan kekeras kepalanya stiffa. bukan apanya, yang ia takutnya hanya kalau nanti stiffa bosan dengannya ia takut tidak ada lagi yang menemaninya. tiba-tiba terdengar suara pecahan gelas dari meja lada. mokha langsung melihat ke arah itu, beberapa cowok bertubuh besar sedang mendatangi meja lada dan pacarnya. mokha ingin menolong tetapi di tahan oleh stiffa.

"Kau diam dulu. kau jangan bermasalah dengan cowok di sana, pikir dulu. bisakah kau melewati mereka? kau benar-benar--memang--tidak punya mata. kau tidak melihat tubuhnya?" kata stiffa.

Mokha lalu duduk berusaha tenang. tetapi, melihat lada di kasari seperti itu, mokha tidak terima. ia ingin menghampiri lada. tapi, di tahan lagi oleh stiffa.

"Mokh.. di sana kan ada pacarnya,"

"Tapi tetap saja, pacarnya tidak melakukan apapun, bego!" kata mokha lalu menghampiri lada. stiffa terdiam beku. sakit rasanya di bilang seperti itu. 'bego'. tidak tahukah dia kalo ini demi keselamatan mokha?

Setelah menunggu agak lama, mokha bukannya datang kembali menemui stiffa, melainkan dia keluar dari pub itu bersama lada. stiffa yang melihat kejadian tersebut hanya diam. terlalu sakit rasanya.

***

Esoknya, stiffa datang ke cafe hanya untuk melihat-lihat pekerjaan karyawannya. setelah itu, ia melihat di bangku sana terdapat... astaga, itu mokha dengan lada. oh jadi mereka balikan? terus aku harus bilang apa? selamat.

Mokha juga bisa melihat stiffa di sana. merasa tidak enak di abaikan, pacarnya itu sepertinya bertanya pada mokha, tapi walaupun begitu, stiffa bisa mendengarnya.

"Apakah kau mengenalnya?" tanya lada.

"Huh?" mokha menoleh, "Tidak, hanya saja kami pernah bertemu."

Apa-apaan? jadi selama ini dia menganggapku apa? memang benar-benar pria menyebalkan. tidak tau terimakasih.

Sepertinya mokha pindah tempat duduk, dia pindah ke sebelah kanan, sedangkan aku ke kiri. aku tidak memperdulikannya hingga seketika aku sadar seseorang memanggil ku dari arah kanan. yang jelas, bukan mereka.

"Oh hai!" aku datang ke arah itu. belas. dia adalah teman baikku ketika masih sekolah.

"Apakah kau mengenalnya?" ternyata sedari tadi belas melihat tingkah ku. dan ternyata, mokha mendengar pertanyaan belas.

"Tidak, hanya saja kami pernah bertemu," aku menjawab seperti jawaban mokha tadi pada pacarnya. mokha yang mendengar itu, hampir tersedak. dia tidak menyangka stiffa akan mengatakan seperti itu.

Setelah itu, stiffa pergi ke pemakaman mantan pacarnya.

"Hai. aku datang lagi," perlahan air matanya  mulai mengalir. hanya disinilah tempatnya bercerita panjang lebar.

"Aku benar-benar memiliki perasaan yang salah. aku sempat ingin mencari pengganti mu tapi ternyata tidak segampang yang ku pikirkan. jelas-jelas dia sudah punya pacar kan? dia sangat mencintai pacarnya kan? aku sangat bodoh, bukan?"

"Berkali-kali aku berkata dalam hati bahwa perasaan ini tidak ada salahnya, tapi sepertinya takdir sudah berkata lain. dan.. tidak ada manusia yang bisa melawan takdir, kan? aku sempat berpikir. jika aku dan lada dalam keadaan gawat, siapakah yang akan mokha tolong terlebih dulu. dan aku menemukan jawabannya ketika di pub waktu itu,"

"Bodoh sekali ya aku berpikiran seperti itu. tentu lada yang akan dia tolong! kau memang tidak tergantikan. ku mohon kembalilah. aku membutuhkanmu. aku sangat merindukanmu. kalau kau tidak ingin datang, izinkan aku menyusulmu di sana," lalu stiffa terisak. suaranya sangat parau. sampai akhirnya dia tidak sadar dia terlelap di sana. dia terbangun karna merasakan sentuhan. apakah mantan pacarnya?

"Kau..." stiffa bersemangat untuk bangun, tetapi ternyata salah. bukan dia lah yang ada di sana. melainkan mokha.

"M... Mokha?"

"Ya. ini aku. aku tidak tau kalo makam bisa di jadikan tempat tidur,"

"Darimana kau tau aku disini?"

"Aku tadi ingin berbicara padamu, tapi kata orang di sana kau sudah pergi dan katanya biasanya kau ke sini."

"Dimana lada?"

"Entahlah,"

"Jangan membiarkannya seperti itu, nanti dia berselingkuh lagi," kata stiffa lalu ia menghapus air matanya yang sebenarnya sudah mengering.

"Aku sudah putus,"

"Pp..putus? apa-apaan? kau sudah susah payah mendapatkannya setelah itu kau melepaskannya begitu saja?" kata stiffa kaget. benar-benar cowok bodoh.

"Karna aku salah,"

"Salah?"

"Aku tidak tau kalau pacarmu... maafkan aku,"

"Tak apa."

"Se-berarti apa pacarmu?"

"Kenapa bertanya seperti itu?"

"Karna aku ingin menggantikan posisinya,"

deg.

Stiffa lalu memandang mokha. sebenarnya, apa yang dipikiran cowok ini? stiffa hendak berdiri.

"Kau mau kemana?" tanya mokha

"Tentu saja pulang."

"Kau tidak menjawabnya?" tanya mokha sambil tunduk. mungkin tidak ada lagi harapan yang disimpannya pada cewek ini.

"Hanya saja, aku tidak ingin kau menggantikan posisinya,"

mokha yang mendengar itu sudah tentu tau jawaban cewek ini.

"Tapi aku ingin kau menjadi mokha yang sebenarnya. aku ingin yang ada di hatiku mokha, bukan penggantinya," kata stiffa membuat mokha menatapnya bersemangat.

"Jadi.. kau tidak menolakku?"

"Aku berpikir, mungkin aku tidak punya cara untuk menolakmu." kata stiffa lalu tersenyum.

Mokha langsung saja berjalan mendekati stiffa lalu memeluk dengan erat cewek itu. lalu berbisik, "Aku mencintaimu,"

"Aku juga,"

***

end._.
happy ending sih..jadi rada gaseru ya-_- haha trs gajelas gitu ya haha-_-
bodo lah ya. hahaha.bye

Tidak ada komentar:

Posting Komentar